Mengenal Karakter Sunda

Sejarah Singkat Aksara Sunda

Aksara sunda yakni karakter yang digunakan dan meningkat di wilayah sunda. Aksara sunda pada mulanya dipahami dengan  Aksara sunda kuno/Aksara ratu pakuan/Aksara kaganga. Aksara sunda antik terdokumentasikan dalam bentuk piagam berupa batu, lempengan logam dan naskah antik berupa daun lontar, daun nipah, kertas dan lain sebagainya.

Jejak penggunaan karakter sunda didapatkan pada prasasti Kawali yang ditulis pada tamat kurun 14 - permulaan kurun 15an. Prasasti kawali ini dibentuk pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397 - 1475). Prasasti - prasasti yang lain yang menggunakan karakter sunda antik yakni Prasasti Kabantenan (1482 - 1521) yang didapatkan di Bekasi serta pada prasasti - prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara, di antaranya yakni Prasasti Kebon Kopi 1, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Jambu dan Prasasti Tugu.

Selain pada prasasti, karakter sunda antik juga didapatkan pada beberapa naskah yang menggunakan karakter sunda kuno. Naskah - naskah yang menggunakan karakter sunda antik di antaranya yakni Sanghyang Siksakanda Ng Karesian, Carita Parahyangan (abad 16) dan dongeng Bujanggamanik. Sanghyang Siksakanda Ng Karesian yakni kitab pedoman hidup yang diciptakan oleh prabu Jayadewata pada tahun 1440 Saka atau 1518 Masehi. Kitab Sanghyang Siksakanda Ng Karesian berisi mengenai pedoman kehidupan bermasyarakat. Carita Parahyangan berisi mengenai sejarah Sunda sejak permulaan kerajaan Galuh pada zaman Wretikandayun hingga runtuhnya Pakuan Pajajaran alasannya yakni serangan Kesultanan Banten, Cirebon dan Demak. Carita Parahyangan dituis di atas lontar. Kisah Bujanggamanik berisi dongeng perjalanan tokoh berjulukan Bujanggamanik yang mengelilingi tanah Jawa dan Bali. Naskah Bujanggamanik ditulis di atas daun nipah.

Selain naskah - naskah yang disebutkan di atas, ada juga naskah dokumen yang memiliki usia paling muda yang menggunakan karakter sunda antik yakni Carita Waruga Guru yang ditulis pada kurun ke 18. Carita Waruga guru ini ditulis di atas kertas Eropa dengan tebal 24 halaman.

Naskah Carita Waruga Guru

Penelitian terhadap karakter sunda antik mulai dijalankan pada pertengahan kurun ke 19 yang dijalankan oleh K.F. Holle (1829 - 1896). K.F. Holle ialah seorang berkebangsaan Belanda yang mendirikan perkebunan teh di lereng gunung cikuray Garut pada tahun 1857. K.F. Holle juga ialah seorang peneliti karakter sunda antik di wilayah nusantara dan di wilayah india dan sekitarnya.

Pada tanggal 21 Oktober 1997 di kampus Universitas Padjadjaran yang berada di Jatinangor sudah diadakan lokakarya Aksara Sunda. Lokakarya ini diselenggarakan atas kolaborasi antara Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dengan Pemda Tingkat 1 Jawa Barat. Hasil lokakarya Aksara Sunda tersebut kemudian dikaji oleh tim pengkajian Aksara Sunda hingga pada tanggal 16 Juni 1999 Aksara Sunda dibakukan lewat SK Gubernur Jawa Barat No. 434/SK 614-Dis.PK/99. Pembakuan karakter sunda ini dijalankan untuk menggugah karakter sunda selaku suatu kekayaan budaya. Mulai dikala itu Aksara Sunda Baku mulai diperkenalkan terhadap umum.

Pada tahun 2008, karakter sunda dikembangkan menjadi direktori Aksara Sunda yang distandardisasi untuk unicode. Aksara sunda berisikan 32 karakter dasar yakni 23 karakter ngalagena (konsonan) dan karakter swara (vokal mandiri) sebanyak 7 butir dan dua karakter perhiasan kha dan sya. Untuk membentuk suatu kata disertakan juga Rarangken (terdapat tiga belas rarangken) selaku penambah bunyi.

Aksara Sunda

Masyarakat sunda sudah mengenal karakter setidaknya sejak kurun ke XII, namun pada masa penjajahan kolonial penduduk sunda dipaksa untuk meninggalkan penggunaan karakter sunda antik hingga masa kemerdekaan.

Kebanyakan penduduk Jawa Barat cuma mengenal satu jenis karakter yakni karakter sunda. Tetapi bila diamati lebih jauh setidaknya ada empat jenis karakter sunda yakni Aksara Sunda Kuno, Aksara Sunda Pegon, Aksara Sunda Cacarakan dan Aksara Sunda Baku. Pada goresan pena ini Aksara Sunda yang hendak dibahas yakni Aksara Sunda Baku.


Aksara Sunda Baku ialah penyesuaian dari Aksara Sunda Kuno yang diubahsuaikan biar sanggup digunakan untuk menulis Bahasa Sunda Kontemporer. Aksara Sunda Baku berisikan 32 Aksara dasar yaitu:

1. Aksara Swara

Aksara Swara (aksara vokal mandiri) berisikan 7 butir yaitu:  a, é, i, o, u, e, dan eu

2. Aksara Ngalagena

Aksara Ngalagena (konsonan) berisikan 23 butir: ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wa-sa-ha, fa-va-qa-xa-za dan 2 karakter perhiasan yaitu: kha dan sya

Rarangken

Untuk membentuk suatu kata, disertakan rarangkén yang berfungsi untuk mengubah, memperbesar atau meniadakan suara karakter dasar. Rarangkén ada tiga belas jenis yang dikelompokkan ke dalam tiga golongan yakni rarangkén di atas huruf yang berisikan lima jenis, rarangkén di bawah huruf yang berisikan tiga jenis dan rarangkén sejajar yang berisikan lima jenis.

Rarangken Di Atas Huruf

1. Panghulu 

    

Panghulu berfungsi untuk merubah suara vokal karakter dasar "a" menjadi "i".

Contoh:

 (Mamata), bila menggunakan rarangkén panghulu pada suku kata ma, ma dan ta maka akan menjadi:  (Mimiti).

2. Pamepet

   

Pamepet berfungsi untuk merubah suara vokal karakter dasar "a" menjadi "e".

Contoh:

 (Barabat), bila menggunakan rarangkén pamepet pada suku kata ba, ra dan ba maka akan menjadi:  (Berebet).

3. Panglayar

    

Panglayar berfungsi untuk memperbesar konsonan "+r" pada tamat karakter dasar.

Contoh:

 (Sama), jika menggunakan rarangkén panglayar pada suku kata ma maka akan menjadi:  (Samar).

4. Panyecek

    

Panyecek berfungsi untuk menyertakan konsonan "+ng" pada tamat karakter dasar.

Contoh:

 (Baraba), jika menggunakan rarangkén panyecek pada suku kata ra dan ba maka akan menjadi   (Barangbang).

5. Paneuleung

     

Paneuleung berfungsi untuk merubah suara vokal dasar "a" menjadi "eu".

Contoh:

 (Wara), jika menggunakan rarangkén paneuleung pada suku kata wa dan ra maka akan menjadi  (weureu).

Rarangken Di Bawah Huruf

1. Panyakra

    

Panyakra berfungsi untuk menyisipkan "r" ke tengah - tengah konsonan.

Contoh:

 (Pakarsa), bila menggunakan rarangkén panyakra pada suku kata pa maka akan menjadi (Prakarsa).

2. Panyiku

    

Panyiku berfungsi untuk menyisipkan "l" ke tengah - tengah konsonan.

Contoh:

 (Tapak), bila menggunakan rarangkén panyiku pada suku kata pa maka akan menjadi  (Taplak).

3. Panyuku

    

Panyuku berfungsi untuk merubah suara vokal karakter dasar "a" menjadi "u".

Contoh:

 (Gagara), bila menggunakan rarangkén panyuku pada suku kata gaga dan ra maka akan menjadi  (Guguru).

Rarangken Sejajar Dengan Huruf

1. Pamaeh

   

Pamaeh berfungsi untuk menetralisir huruf "a" pada karakter konsonan.

Contoh:

 (Akasara), bila menggunakan rarangkén pamaeh pada suku kata ka maka akan menjadi  (Aksara).

2. Pamingkal

   

Pamingkal berfungsi untuk menyisipkan "y" ke tengah - tengah konsonan.

Contoh:

 (Mada), bila menggunakan rarangkén pamingkal pada suku kata da maka akan menjadi  (Madya)

3. Panolong

  

Panolong berfungsi untuk merubah suara vokal karakter dasar "a" menjadi "o".

Contoh:

 (Babaka), bila menggunakan rarangkén panolong pada suku kata ba, ba dan ka maka akan menjadi  (Boboko).

4. Pangwisad

   

Pangwisad berfungsi untuk memperbesar bunyi "h" pada karakter dasar.

Contoh:

 (Raja), bila menggunakan rarangkén pangwisad pada suku kata ja maka akan menjadi  (Rajah).

5. Panéléng

  

Panéléng berfungsi untuk merubah suara vokal karakter dasar "a" menjadi "é".

Contoh:

 (Babana), bila menggunakan rarangkén panéléng pada suku kata ba, ba dan na maka akan menjadi  (Bébéné).

Angka

Selain huruf dan rarangken, di dalam karakter sunda juga terdapat angka sama menyerupai karakter lainnya. Angka di dalam karakter sunda bentuknya selaku berikut:

Penulisan angka di dalam karakter sunda dipisahkan dengan tanda | (garis vertikal lurus) menyerupai rujukan di bawah ini:

Mari kita lestarikan kekayaan budaya Indonesia salah satunya dengan Mengenal Aksara Sunda.

Setelah membaca postingan mengenai Aksara Sunda silakan isi soal di bawah ini:

Semoga bermanfaat.


Sumber http://keluargasepuh86.blogspot.com